Meskpun peristiwanya sudah berjalan bertahun-tahun namun masih
hangat di benak kita bagaimana Aceh yang telah damai kini keadaanya berubah kisruh setelah beberapa waktu
yang lalu Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DEPRA) mengesahkan dan mengibarkan bendera Aceh yang sangat mirip dengan
simbol sparatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Padahal dalam Perjanjian Helsinki telah disepakati bahwa
simbol GAM tidak boleh dipakai lagi setelah adanya penandatangan. Kata-kata itu
juga pernah diucapkan oleh Jusuf Kalla diberbagai
media yang dulu pernah mengawal perjanjian damai antara pemerintah RI-GAM.
Dengan adanya pengesahan
tersebut pemerintah
seharusnya segera mengambil sikap terkait bendera Aceh
yang mirip dengan bendera GAM. Karena hal itu menurutnya sudah tidak sesuai
dengan UUD 1945. Dan, yang berhak
menjadi bendera resmi negara hanyalah Sang Merah Putih. Karena merah putih
salah satu termasuk pilar negara yang tak boleh diganggu gugat. Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa ada empat
pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI sebagai
sesuatu yang final, sehingga pemerintah tingkat provinsi, kabupaten/kota,
hingga tingkat desa/kelurahan harus mengikuti ketentuan ini, termasuk dalam hal
bendera, maka hanya ada satu bendera yakni Bendera Negara Merah Putih.
Setelah penetapan bendera dan lambang aceh tersebut telah
menimbulkan kegamangan di dalam masyarakat saat ini. Yusril Ihza Mahendra, yang juga mantan menteri
sekretaris negera pun mengaku heran dengan penetapan bendera Aceh yang sangat
mirip dengan bendera milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menurutnya, penetapan
bendera milik GAM itu telah melanggar kesepakatan dari hasil pertemuan konsultasi
antara Gubernur Aceh dengan sejumlah pejabat Pemerintah termasuk unsur
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pasca penetapan lambang dan bendera Gubernur Aceh, Zaini Abdullah juga telah
mengundang banyak tokoh. Banyak masukan yang dia terima dalam penentuan bendera
Aceh dan lambang Aceh sebagaimana yang ada dalam perjanjian Helsinki, yaitu
simbol yang mencerminkan budaya, bukan simbol kedaulatan Aceh. Semua tokoh yang
diundang saat itu telah sepakat bahwa penentuan bendera dan lambang jangan
menimbulkan polemik dengan pemerintah pusat. Kita berharap meski qanun sudah disahkan DPR Aceh, namun
tetap dapat dibatalkan jika bertentangan dengan konstitusi. Qanun idak boleh
bertentangan dengan peraturan lebih tinggi, salah satunya Pasal 6 Peraturan
Pemerintah (PP) 7/2007. Semoga persoalan
ini akan dapat diselesaikan secara bermartabat yang tetap berlandaskan pada UU
berlaku di wilayah NKRI ini yang meliputi dari Sabang hingga Meuroke.
Semoga!!!!!!!!
DILARANG!!! MENGGUNAKAN SIMBOL GAM
BalasHapus