Menteri
Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun meminta pemerintah Aceh tidak melulu membahas
isu bendera Aceh. Dia menegaskan, hal terpenting yang harus diupayakan
pemerintah Aceh adalah kesejahteraan rakyat Aceh.
“Mengapa
itu (bendera Aceh) yang harus ditonjol-tonjolkan. Penting betul bendera-bendera
seperti itu. Menurut saya lebih penting kesejahteraan.”
Dia
mengatakan, akibat pembahasan politik soal bendera Aceh yang berkepanjangan,
program kesejahteraan rakyat Aceh terabaikan. Dia mengakui, ada rakyat Aceh
yang memperhatikan persoalan bendera Aceh. Namun, tegasnya, lebih banyak yang
lebih menginginkan kesejahteraan.
“Sekian
juta rakyat Aceh menginginkan hidup lebih tentram, damai, dibanding beberapa
4.000 sampai 5.000 orang yang menaikkan bendera Aceh. Cuma gara-gara 5.000
orang, tertutup (keinginan) yang sekian juta,” katanya.
Penduduk
Aceh saat ini sekitar 3,5 juta jiwa. Dia memberi ilustrasi, saat menjadi
Gubernur Sumatera Barat, penduduk provinsi itu mencapai 5,5 juta jiwa, namun
hanya diberi jatah APBD sekitar Rp 3,5 triliun. Tetapi, katanya, dengan dana
yang lebih terbatas itu, dia membuat program yang menyejahterakan rakyatnya.
Padahal, katanya, Aceh yang hanya berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa, memiliki
APBD hingga Rp 12 triliun.
“Mestinya
kan lebih cepat rakyat Aceh makmur, dengan 4 kali lipat APBD. Tapi karena
energi habis selesakan itu saja. Ada saja yang tidak penting dibicarakan,
terkait politik. Ini soal turun bendera, naik bendera, habis energi,” pungkas
mantan Bupati Solok, Sumatera Barat itu.
Seperti
diberitakan, Pemerintah pusat menilai Qanun (peraturan daerah) Nomor 3 tahun
2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh melanggar UU Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 tahun 2002 lantaran mirip lambang separatis
Gerakan Aceh Merdeka.
Pemerintah
Aceh menganggap Bendera dan Lambang Aceh bukan lambang serapartis. Pemerintah
pusat sudah berkali-kali bertemu dengan pemerintah daerah dan DPR Aceh untuk
membicarakan masalah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar